SLOW LEARNER
(keterlambatan dan kesulitan memahami pelajaran)
A.
Latar Belakang
Dalam
kehidupan keluarga, orang tua pasti menginginkan kebaikan untuk anaknya, mereka
juga ingin anaknya menjadi yang terbaik. Begitu juga dengan para pendidik,
mereka ingin menjadikan anak didik mereka menjadi anak yang hebat, luar biasa,
dan sukses dimanapun dia berada. Mereka juga menginginkan anak didiknya tetap
taat dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Merekan ingin anak-anak
mereka menjadi generasi penerus perjuangan para pahlawan yang meneladani
Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Namun semua itu tidak mudah, pasti ada
banyak kendala dalam mendidik anak-anak tersebut.
Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin membahas sedikit tentang
problatika yang sering dihadapi anak didik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu
keterlambatan dan kesulitan dalam memahami pelajaran. Kita akan membahas lebih
dalam dan mencari solusi terbaik sehingga akhirnya bisa kita jadikan bekal
dalam persiapan kita semua menjadi guru pejuang abad XXI yang akan merubah
dunia pendidikan di Indonesia ini menjadi lebih baik, dan siap bersaing dengan
negara-negara lain diluar sana.
B.
Pengertian keterlambatan belajar
Pengertian
Kesulitan Belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang
ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan
kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.
Hal
ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan
neorubioligis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan
perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. Anak-anak
disekolah pada umumnya memiliki karakteristik individu yang berbeda, baik dari
segi fisik, mental, intelektual, ataupun social-emosional.
Oleh
karena itu mereka juga akan mengalami persoalan belajarnya masing-masing secara
individu, dan akan mengalami berbagai jenis kesulitan belajar yang berbeda pula,
sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-masing. Kali ini kita akan
membahas masalah kesulitan dalam belajar siswa secara umum.
Ada
beberapa kasus kesulitan dalam belajar yang termasuk dalam kategori ini,
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abin Syamsudin M, yaitu : 1) Kasus
kesulitan dengan latar belakang
kurangnya motivasi dan minat belajar. 2) Kasus kesulitan yang berlatar belakang sikap negatif terhadap
guru, pelajaran, dan situasi belajar. 3) Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar yang
salah. 4) Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi
obyektif keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan
lingkungannya.
C.
Karakteristik Kelainan Psikologis
Fairuz
Stone menjelaskan bahwa keseimbangan perkembangan anak yang tertinggal dalam
belajarnya itu lebih sedikit dibanding teman-temannya secara umum. Menurut
Lerner Ditinjau dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan belajar dapat
dipandang sebagai kelambatan kematangan fungsi neurologis tertentu. Menurut
pandangan ini, tiap individu memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda, baik
dalam fungsi motorik, konitif, maupun efektif. Oleh karena itu, anak yang memperlihatkan
gejala kesulitan belajar tidak selayaknya dipandang sebagai memiliki disfungsi
neurologis tetapi sebagai perbedaan laju perkembangan berbagai fungsi tersebut.
Konsep keterlambatan kematangan mengantarkan pada suatu pandangan bahwa banyak
kesulitan belajar tercipta karena anak didorong atau dipaksa oleh lingkungan
sosial untuk mencapai kinerja akademik sebelum mereka siap untuk itu.
Konsep
kematangan mengemukakan bahwa penyebab utama kesulitan belajar adalah
ketidakmatangan. Implikasi dari teori ini adalah bahwa anak-anak yang lebih
muda dan kurang matang dalam suatu tingkat kelas di sekolah akan cenderung
mengalami kesulitan belajar yang lebih berat dari pada anak-anak yang lebih tua di kelas tersebut.
D.
Faktor penyebab kelambatan anak memahami pelajaran
Adapun
sebab-sebab keterlambatan dan kesulitan dalam memahami pelajaran antara lain:
1.
Pertama, faktor otak, yang meliputi:
·
Kurang cerdas.
·
Terjadinya lemah ingatan dan buyarnya konsentrasi yang menimpa
anak.
·
Adanya kelemahan otak yang disebabkan kesalahan dalam pemeriksaan
kedokteran (seperti yang berhubungan dengan biologi dan sel saraf).
2.
Kedua, perasaan jiwa yang meliputi:
·
Lemahnya kepercayaan pada dirinya sendiri.
·
Lemah keinginan dan malas.
·
Membenci pelajaran tertentu karena adanya suatu pengalaman tertentu
yang menyakitkan dirinya yang berasal dari orang tua, guru, teman-teman ataupun
orang lain atau karena memang ia membenci semua pelajaran yang ada.
·
Membenci guru tertentu.
3.
Ketiga, faktor yang berkaitan dengan anggota badan.
·
Tertimpa anemia atau penyakit yang sering menimpa anak-anak.
·
Tertimpa demam yang terus menerus.
·
Adanya kelemahan pada panca indera tertentu seperti pendengaran
atau penglihatan.
4.
Keempat, faktor lingkungan (kondisi) rumah, sekolah atau pada
selain keduanya.
·
Banyaknya murid yang pindah dari sekolah ke sekolah lain.
·
Banyaknya murid yang absent dari sekolah.
·
Banyaknya tempat bermain dan hiburan yang menggoda dirinya di luar
sekolah.
·
Adanya hubungan murid dengan orang-orang yang berada di sekitarnya
yang sangat sedikit sekali memperhatikan masalah belajar sehingga murid
tersebut terpengaruh oleh pemikiran mereka.
·
Adanya tuntutan dari orang tua kepada anak yang berlebihan, seperti
diharuskan meraih posisi tertinggi atau menjadi juara pertama padahal tuntutan
tersebut berada di luar kemampuannya. Tuntutan seperti ini akan terus
berkembang dan membayangi diri si anak yang justru akan berakibat pada surut
dan berkurangnya kemampuan anak tersebut karena tertekan.
·
Sang murid tidak mampu untuk mengatur waktu luangnya sendiri dan
tidak adanya nasehat atapun pengarahan untuk hal tersebut dari orang yang
berada di sekitarnya.
·
Kondisi rumah yang tidak sesuai atau tidak memungkinkan untuk
belajar di dalamnya dan tidak adanya kesiapan dari dirinya untuk melakukan
sesuatu yang menghasilkan dan bermanfaat bagi dirinya sendiri.
·
Kurang perhatian dari orang tua atau karena terjadinya perceraian
di antara mereka.
·
Orang tua selalu menuruti keinginan anak, dan terlalu berlebihan
sehingga anak menjadi malas beajar.
Menurut Hamid Zahrani beserta kawan-kawannya yang membahas penyakit
anak-anak yang tertinggal dalam belajar di Arab Saudi. Menurutnya, penyebab
penyakit itu adalah malas, khawatir, cemas, merasa kurang, takut gagal, merasa
lemah, tidak ada kemauan berinteraksi, dan lemahnya rasa percaya diri.
Sementara itu, menurut Jabir Abdul Hamid mengatakan bahwa
kesimpulan dari hasil penanganannya tentang masalah tersebut adalah bahwa
anak-anak yang lamban dan ketinggalan dalam itu disebabkan oeleh sedikitnya
rasa menghargai terhadap sesutau, terlalu banyaknya diberi fasilitas
dibandingkan anak-anak yang unggul.
Jamalat Ghanim dalam teorinya juga menjelaskan bahwa ketinggalan
dalam belajar bagi anak disebabkan pengaruh pandangan yang menguasainya,
terlalu ketat pengawasan, terlalu keras, tidak mendapatkan perhatian dari orang
lain.
E.
Solusi dari Permasalahan
1.
Aspek Kognitif
Sesuai dengan teori perkembangan Piaget dengan konsep kecerdasan
seperti halnya sistem biologi membangun struktur untuk berfungsi, pertumbuhan
kecerdasan ini dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial, kematangan dan
ekuilibrasi, kemudian dalam teori piaget anak yang seperti ini masuk masa
pra-operasional usia 7 sampai 11 tahun, karena pemikirannya masih didominasi
oleh persepsi, intuisinya lebih mendominasi dari pada pikiran logisnya. Belum
memiliki kemampuan konservasi. Dilihat dari konsep ini menjelaskan tentang
perlunya guru memilih dan menyesuaikan materi berpijak dari ide dasar yang
diketahui anak, untuk kemudian dikembangkan dengan stimulasi lebih luas
misalnya dalam bentuk pertanyaan sehingga kemampuan anak meningkat dalam
menghadapi pengalaman yang lebih kompleks.
2.
Aspek Afektif
Selain itu dari aspek afektif anak harus diperbaiki kepribadiaannya
menjadi lebih baik, bisa menggunakan teori Ivan Pavlov “Clasical Condition”, dan
disini diperlukan peran seorang guru dan orang tua, maka dari itu guru dan
orang tua perlu kerja sama dalam mengarahkan anaknya, seperti orang tua memberi
pengawasan ketika di rumah, memperbaiki kualitas tidurnya, kualitas belajarnya.
Dan guru memberikan laporan kepada orang tuanya tentang perkembangan anaknya
ketika di sekolah. Karena ranah afektif ini berkaitan dengan sikap kepribadian
yang terbentuk melalui proses pembelajaran yang dilakukan.
3.
Aspek Psikomotornya
Menurut periodisasi Elizabeth B.Hurlock anak ini masih dalam masa
kanak-kanak akhir (early childhood) yaitu usia 6-12 tahun. Dalam aspek
psikomotor anak usia 6-12 tahun kita dapat membuat model kelompok belajar dan
bermain. Model ini sangat baik dilakukan pada tahap kanak kanak atau SD karena
pada tingkat ini kecenderungan anak adalah berkelompok dan bermain tapi juga
dapat diterapkan dijenjang SMP. Dengan bermain sambil belajar maka tingkat
psikomotorik anak akan berkembang dengan cepat pula. Salah satu prinsip belajar
adalah menyenangkan, maka dengan bermain akan menghadirkan rasa senang dalam
belajar. Dapat diharapkan belajar psikomotorik dengan hati senang akan
menghasilkan kemampuan motorik yang berkualitas.
4.
Nasehat Ali Bin Abi Thalib
“Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, Karena mereka hidup bukan di
jamanmu”. Menurut Ali bin Abi Thalib Ra. ada tiga pengelompokkan dalam cara
memperlakukan anak:
1.
Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai raja.
2.
Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan.
3. Kelompok
7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai sahabat.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar