Jumat, 02 Januari 2015

SLOW LEARNER



SLOW LEARNER
(keterlambatan dan kesulitan memahami pelajaran)

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan keluarga, orang tua pasti menginginkan kebaikan untuk anaknya, mereka juga ingin anaknya menjadi yang terbaik. Begitu juga dengan para pendidik, mereka ingin menjadikan anak didik mereka menjadi anak yang hebat, luar biasa, dan sukses dimanapun dia berada. Mereka juga menginginkan anak didiknya tetap taat dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya. Merekan ingin anak-anak mereka menjadi generasi penerus perjuangan para pahlawan yang meneladani Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Namun semua itu tidak mudah, pasti ada banyak kendala dalam mendidik anak-anak tersebut.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin membahas sedikit tentang problatika yang sering dihadapi anak didik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu keterlambatan dan kesulitan dalam memahami pelajaran. Kita akan membahas lebih dalam dan mencari solusi terbaik sehingga akhirnya bisa kita jadikan bekal dalam persiapan kita semua menjadi guru pejuang abad XXI yang akan merubah dunia pendidikan di Indonesia ini menjadi lebih baik, dan siap bersaing dengan negara-negara lain diluar sana.


B.     Pengertian keterlambatan belajar
Pengertian Kesulitan Belajar adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai.
Hal ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neorubioligis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. Anak-anak disekolah pada umumnya memiliki karakteristik individu yang berbeda, baik dari segi fisik, mental, intelektual, ataupun social-emosional.
Oleh karena itu mereka juga akan mengalami persoalan belajarnya masing-masing secara individu, dan akan mengalami berbagai jenis kesulitan belajar yang berbeda pula, sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-masing. Kali ini kita akan membahas masalah kesulitan dalam belajar siswa secara umum.
Ada beberapa kasus kesulitan dalam belajar yang termasuk dalam kategori ini, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Abin Syamsudin M, yaitu : 1) Kasus kesulitan  dengan latar belakang kurangnya motivasi dan minat belajar. 2) Kasus kesulitan  yang berlatar belakang sikap negatif terhadap guru, pelajaran, dan situasi belajar. 3) Kasus kesulitan  dengan latar belakang kebiasaan belajar yang salah. 4) Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara kondisi obyektif keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif instrumental impuls dan lingkungannya.

C.     Karakteristik Kelainan Psikologis
Fairuz Stone menjelaskan bahwa keseimbangan perkembangan anak yang tertinggal dalam belajarnya itu lebih sedikit dibanding teman-temannya secara umum. Menurut Lerner Ditinjau dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan belajar dapat dipandang sebagai kelambatan kematangan fungsi neurologis tertentu. Menurut pandangan ini, tiap individu memiliki laju perkembangan yang berbeda-beda, baik dalam fungsi motorik, konitif, maupun efektif. Oleh karena itu, anak yang memperlihatkan gejala kesulitan belajar tidak selayaknya dipandang sebagai memiliki disfungsi neurologis tetapi sebagai perbedaan laju perkembangan berbagai fungsi tersebut. Konsep keterlambatan kematangan mengantarkan pada suatu pandangan bahwa banyak kesulitan belajar tercipta karena anak didorong atau dipaksa oleh lingkungan sosial untuk mencapai kinerja akademik sebelum mereka siap untuk itu.
Konsep kematangan mengemukakan bahwa penyebab utama kesulitan belajar adalah ketidakmatangan. Implikasi dari teori ini adalah bahwa anak-anak yang lebih muda dan kurang matang dalam suatu tingkat kelas di sekolah akan cenderung mengalami kesulitan belajar yang lebih berat dari pada  anak-anak yang lebih tua di kelas tersebut.

D.    Faktor penyebab kelambatan anak memahami pelajaran
Adapun sebab-sebab keterlambatan dan kesulitan dalam memahami pelajaran antara lain:
1.      Pertama, faktor otak, yang meliputi:
·         Kurang cerdas.
·         Terjadinya lemah ingatan dan buyarnya konsentrasi yang menimpa anak.
·         Adanya kelemahan otak yang disebabkan kesalahan dalam pemeriksaan kedokteran (seperti yang berhubungan dengan biologi dan sel saraf).
2.      Kedua, perasaan jiwa yang meliputi:
·         Lemahnya kepercayaan pada dirinya sendiri.
·         Lemah keinginan dan malas.
·         Membenci pelajaran tertentu karena adanya suatu pengalaman tertentu yang menyakitkan dirinya yang berasal dari orang tua, guru, teman-teman ataupun orang lain atau karena memang ia membenci semua pelajaran yang ada.
·         Membenci guru tertentu.
3.      Ketiga, faktor yang berkaitan dengan anggota badan.
·         Tertimpa anemia atau penyakit yang sering menimpa anak-anak.
·         Tertimpa demam yang terus menerus.
·         Adanya kelemahan pada panca indera tertentu seperti pendengaran atau penglihatan.
4.      Keempat, faktor lingkungan (kondisi) rumah, sekolah atau pada selain keduanya.
·         Banyaknya murid yang pindah dari sekolah ke sekolah lain.
·         Banyaknya murid yang absent dari sekolah.
·         Banyaknya tempat bermain dan hiburan yang menggoda dirinya di luar sekolah.
·         Adanya hubungan murid dengan orang-orang yang berada di sekitarnya yang sangat sedikit sekali memperhatikan masalah belajar sehingga murid tersebut terpengaruh oleh pemikiran mereka.
·         Adanya tuntutan dari orang tua kepada anak yang berlebihan, seperti diharuskan meraih posisi tertinggi atau menjadi juara pertama padahal tuntutan tersebut berada di luar kemampuannya. Tuntutan seperti ini akan terus berkembang dan membayangi diri si anak yang justru akan berakibat pada surut dan berkurangnya kemampuan anak tersebut karena tertekan.
·         Sang murid tidak mampu untuk mengatur waktu luangnya sendiri dan tidak adanya nasehat atapun pengarahan untuk hal tersebut dari orang yang berada di sekitarnya.
·         Kondisi rumah yang tidak sesuai atau tidak memungkinkan untuk belajar di dalamnya dan tidak adanya kesiapan dari dirinya untuk melakukan sesuatu yang menghasilkan dan bermanfaat bagi dirinya sendiri.
·         Kurang perhatian dari orang tua atau karena terjadinya perceraian di antara mereka.
·         Orang tua selalu menuruti keinginan anak, dan terlalu berlebihan sehingga anak menjadi malas beajar.
Menurut Hamid Zahrani beserta kawan-kawannya yang membahas penyakit anak-anak yang tertinggal dalam belajar di Arab Saudi. Menurutnya, penyebab penyakit itu adalah malas, khawatir, cemas, merasa kurang, takut gagal, merasa lemah, tidak ada kemauan berinteraksi, dan lemahnya rasa percaya diri.
Sementara itu, menurut Jabir Abdul Hamid mengatakan bahwa kesimpulan dari hasil penanganannya tentang masalah tersebut adalah bahwa anak-anak yang lamban dan ketinggalan dalam itu disebabkan oeleh sedikitnya rasa menghargai terhadap sesutau, terlalu banyaknya diberi fasilitas dibandingkan anak-anak yang unggul.
Jamalat Ghanim dalam teorinya juga menjelaskan bahwa ketinggalan dalam belajar bagi anak disebabkan pengaruh pandangan yang menguasainya, terlalu ketat pengawasan, terlalu keras, tidak mendapatkan perhatian dari orang lain.

E.     Solusi dari Permasalahan
1.      Aspek Kognitif
Sesuai dengan teori perkembangan Piaget dengan konsep kecerdasan seperti halnya sistem biologi membangun struktur untuk berfungsi, pertumbuhan kecerdasan ini dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial, kematangan dan ekuilibrasi, kemudian dalam teori piaget anak yang seperti ini masuk masa pra-operasional usia 7 sampai 11 tahun, karena pemikirannya masih didominasi oleh persepsi, intuisinya lebih mendominasi dari pada pikiran logisnya. Belum memiliki kemampuan konservasi. Dilihat dari konsep ini menjelaskan tentang perlunya guru memilih dan menyesuaikan materi berpijak dari ide dasar yang diketahui anak, untuk kemudian dikembangkan dengan stimulasi lebih luas misalnya dalam bentuk pertanyaan sehingga kemampuan anak meningkat dalam menghadapi pengalaman yang lebih kompleks.
2.      Aspek Afektif
Selain itu dari aspek afektif anak harus diperbaiki kepribadiaannya menjadi lebih baik, bisa menggunakan teori Ivan Pavlov “Clasical Condition”, dan disini diperlukan peran seorang guru dan orang tua, maka dari itu guru dan orang tua perlu kerja sama dalam mengarahkan anaknya, seperti orang tua memberi pengawasan ketika di rumah, memperbaiki kualitas tidurnya, kualitas belajarnya. Dan guru memberikan laporan kepada orang tuanya tentang perkembangan anaknya ketika di sekolah. Karena ranah afektif ini berkaitan dengan sikap kepribadian yang terbentuk melalui proses pembelajaran yang dilakukan.
3.      Aspek Psikomotornya
Menurut periodisasi Elizabeth B.Hurlock anak ini masih dalam masa kanak-kanak akhir (early childhood) yaitu usia 6-12 tahun. Dalam aspek psikomotor anak usia 6-12 tahun kita dapat membuat model kelompok belajar dan bermain. Model ini sangat baik dilakukan pada tahap kanak kanak atau SD karena pada tingkat ini kecenderungan anak adalah berkelompok dan bermain tapi juga dapat diterapkan dijenjang SMP. Dengan bermain sambil belajar maka tingkat psikomotorik anak akan berkembang dengan cepat pula. Salah satu prinsip belajar adalah menyenangkan, maka dengan bermain akan menghadirkan rasa senang dalam belajar. Dapat diharapkan belajar psikomotorik dengan hati senang akan menghasilkan kemampuan motorik yang berkualitas.
4.      Nasehat Ali Bin Abi Thalib
“Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, Karena mereka hidup bukan di jamanmu”. Menurut Ali bin Abi Thalib Ra. ada tiga pengelompokkan dalam cara memperlakukan anak:
1. Kelompok 7 tahun pertama (usia 0-7 tahun), perlakukan anak sebagai raja.
2. Kelompok 7 tahun kedua (usia 8-14 tahun), perlakukan anak sebagai tawanan.
3. Kelompok 7 tahun ketiga (usia 15-21 tahun), perlakukan anak sebagai sahabat.








Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Renungan Seseorang

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan dengan kesempurnaan yang setinggi-tingginya.akan tetapi bersama itu mereka membawa kelemahan dan...